Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh merespon kehadiran harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang menimbulkan konflik dengan warga di Desa Punti Payong, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan, pihaknya sudah menurunkan tim ke lokasi untuk mengidentifikasi keberadaan harimau Sumatera tersebut.
“Kita ingin pastikan lokasi dan lain sebagainya… untuk mengatasi gangguan satwa liar (harimau Sumatera) ini,” kata Agus, Minggu (2/10).
Agus mengatakan pihaknya akan melakukan antisipasi dengan menghalau satwa lebih jauh ke hutan.
“Kita akan mengambil langkah mengusir harimau itu ke kawasan terjauh (di hutan) yang kita bisa.”
Ia mengungkapkan apabila Langkah tersebut belum berhasil, BKSDA telah menyiapkan rencana lain dengan menangkap si Belang dan melepasliarkannya ke hutan rimba.
Untuk antisipasi konflik sebelum harimau dihalau ke dalam hutan, Agus mengimbau warga setempat untuk tidak melepas hewan ternak di areal konflik.
Harimau Sumatera dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kontradiksi konflik yang dihadapi adalah harimau Sumatera berstatus kritis atau critically endangered sesuai catatan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Sehingga upaya penyelamatan yang dilakukan haruslah berdasarkan kebaikan semua pihak.