Injiwarrior, Bukit Lawang-Peristiwa bencana banjir bandang di bukit lawang masih meninggalkan kenangan pahit bagi masyarakat.
Wanita tua berkacamata tebal duduk di rumah makan yang sepi, di meja terhidang segelas teh. Wanita tua tersebut bernama Deriati Rangkuti (78). Nenek Dariati mengobrol santai dengan seorang wanita paruh baya yang merupakan anaknya, Rita, pemilik salah satu rumah makan yang masih bertahan di Bukit Lawang.
Nenek Deriati merupakan saksi hidup peristiwa pilu banjir bandang, Bukit Lawang, Langkat, Sumatera Utara yang menewaskan sedikitnya 200 orang saat itu.
Nenek Deriati masih mengingat jelas bencana yang menimpa hidup nya dan seluruh masyarakat di Bukit Lawang 19 tahun silam lalu. Dia menceritakan awal mula kejadian yang sangat mengerikan tersebut.
" Seingat nenek, sebelum kejadian itu, memang sudah ada aba aba dikasih tau anak nenek, namanya Dani (almarhum) yang menjadi korban pada saat itu. Dibilangnya, kita harus pindah dari Bukit Lawang ini, ujarnya.
Nenek Dariati menuturkan, anaknya tersebut (almarhum Dani) mendengar cerita dari pencari ikan yang melihat ada bendungan alami terbentuk dari tumpukan kayu di hulu Bukit Lawang. Jika bendungan di atas itu pecah, Bukit Lawang akan diterjang banjir.
"Anakku itu bilang, bu, kita harus pindah, danau itu penuh dengan balok-balok kayu, kalau bendungan itu pecah Bukit Lawang akan habis. Dia bilang dua kali sama saya soal itu", Katanya.
Mata Nenek Dariati mulai berkaca-kaca saat menceritakan kisah yang terjadi pada 2 November 2003 lalu. Dirinya bingung harus pindah kemana, karena tidak ada tempat tinggal yang lain. Tepatnya pada hari Minggu malam, pukul 21.00 saat bulan Ramadhan, tiba-tiba banjir bandang menerjang rumahnya yang berada di pinggir sungai.Rumahnya Nenek Dariati digulung air dan balok kayu besar. Seluruh penghuni rumah yang saat itu ada cucu dan anaknya berhamburan keluar melarikan diri.
" Belarianlah kami semua, berserak, aku ditinggal sendiri dan menjerit-jerit, tolong-tolong ada banjir, kulihat seperti pasar malam", ungkapnya.
Nenek Dariati menambahkan, dirinya tak menyangka banjir besar menghempas rumahnya. "Terus anakku bernama Yusuf menarik tanganku pergi berlari ke atas bukit berkumpul dengan warga lainya",jelasnya.
Setelah berhasil dievakuasi ke lokasi yang aman, Nenek Dariati tersadar dan langsung menjerit mencari anaknya, Dani yang tidak terlihat. Seingatnya, saat itu, Dani mencoba menyelamatkan diri. "Anakku (Dani) hanyut ", katanya, sambil menyeka air mata.
Nenek Dariati menceritakan ada 30 menit peristiwa itu terjadi. Keesokan harinya, Tim Rescue menemukan jasad anaknya, Dani di kawasan gua dekat rumahnya.
Hampir 20 tahun terlewati, Bukit Lawang masih saja menyimpan kenangan tragis bagi penduduknya saat ini.Yusuf Sihotang (50) menceritakan juga kisah keluarga nya setelah menjadi korban tersebut.
"Kalau Korban ya banyak, dari pihak keluarga istri yang meninggal terkena banjir bandang itu. " Ucap, Yusuf Sihotang.
Menurut Yusuf Sihotang, sangat banyak perubahan yang terjadi di Bukit Lawang saat ini semenjak banjir bandang 2003 itu.
" Perubahan ya mungkin dari segi lokasi penempatan rumah, kalau sekarang sudah berada di atas semua. Kalau dulu , rumah berdekatan langsung dengan sungai. " Ucap, Pak Yusuf Sihotang.
Kisah pilu dan trauma peristiwa banjir bandang Bukit Lawang, Langkat masih membekas, namun sekarang mulai berangsur terobati. Menurut pantauan penulis, rumah dan penginapan yang dulunya tersapu banjir kini berdiri kembali di pinggir sungai. Bahkan, saat ini berdiri juga pondok-pondok yang membelah di tengah sungai Bukit Lawang .
Peristiwa tragis kala itu terkesan sudah dilupakan warga. Kunjungan pariwisata mulai bergeliat, namun tidak seperti pada saat sebelum terjadinya banjir bandang. Era tahun 1990 an, pariwisata Bukit Lawang menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan lokal dan surga bagi wisatawan mancanegara setelah Bali.
Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan tempat dari orangutan, gajah, Harimau Sumatera, badak, burung rangkong menjadi magnet bagi pengunjung. Air sungat yang bersih dan hutan dengan pepohonan yang padat juga sangat menarik bagi wisatawan.
Menurut Hendra (41), pemandu wisata yang sudah lama di Bukit Lawang , perkembangan di Bukit Lawang pasca peristiwa banjir bandang semakin berkembang.
"Pariwisata di bukit Lawang meningkat setiap tahunnya. Masalahnya, karena pandemi, kemarin. Pemerintah menutup lokasi wisata Bukit Lawang sehingga wisatawan lokal dan turis asing tidak bisa berkunjung ke Bukit Lawang", ujarnya.
Dikatakan Hendra, pandemi Covid membuat tatanan sosial dan kesejahteraan masyarakat yang mayoritas bergantung pada jasa pariwisata di Bukit Lawang berdampak.
Pelaku Jasa Eko Wisata, Ardo memiliki harapan yang sangat besar bagi kemajuan daerah wisata ini. " Harapan ya tentu pasti ada, terutama kepada pemerintah.Tolong di perhatikan untuk prospek kedepan nya agar lebih maju lagi, dan program program pemerintah harus segera di laksanakan seperti yang sudah di planningkan. Akses jalan ke Bukit Lawang juga harus segera diperbaiki", Ucap, Ardo.
Penulis : Muhammad Faiz Akbar
Editor : Rahmad Suryadi