Seekor kambing hutan Sumatra (Capricornus sumatraensis) mengejutkan warga di Dusun Perteguhen, Desa Telagah, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Senin (11/7) sekitar pukul 15.00 waktu setempat.
Kepala Seksi V Pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Palber Turnip, yang menerima informasi langsung menurunkan beberapa personil ke lokasi untuk melakukan evakuasi.
“Penyakit kulit hampir di semua permukaan kulit. Diagnosa dokter ada penyakit internis karena kurang gizi atau mal nutrisi jangka panjang. Ini kemudian merembet ke sakit kulit. Badannya juga sangat kurus saat ditemukan,” kata Palber via sambungan seluler, Rabu (13/7/2022).
Sayangnya, kata Palber, kambing malang itu dinyatakan mati pada pukul 20.00 WIB. Padahal ketika hendak diselamatkan, petugas di lapangan melihat satwa tersebut masih mampu berdiri tegak.
Jika tidak mati, rencananya malam itu juga satwa akan dievakuasi untuk mendapatkan perawatan. Setelah dinyatakan mati, petugas bersama masyarakat pun menguburkan bangkai kambing hutan di sekitar tempat kejadian.
Ia menjelaskan, Dusun Perteguhen memang berbatasan dengan TNGL yang menjadi habitat kambing hutan. Satwa-satwa sejenis punya perilaku keluar dari habitat apabila merasa sakit.
“Biasanya, kalau memang satwa tersebut, entah sudah tua, sakit, yang mengakibatkan satwa tak bisa beraktivitas di hutan, dia akan menyingkir dari hutan. Ia tidak sanggup mengikuti koloninya. Sehingga, ia masuk ke perkampungan dalam tanda kutip seperti meminta pertolongan,” terangnya.
Palber juga mengapresiasi warga atas informasi yang disampaikan terkait keberadaan kambing hutan tersebut. Meskipun satwa belum berhasil diselamatkan.
“Saya berterima kasih kepada warga yang sudah menginformasikan. Karena memang selama ini komunikasi kita baik dengan masyarakat. Sehingga kalau ada sesuatu, misalnya ada perburuan, illegal logging, kebakaran hutan, kita bisa cepat meresponnya,” tutur Palber.
Palber mengatakan bahwa ada kekuatiran kambing ini menularkan penyakit tersebut ke kambing lain di dalam kelompoknya, atau masyarakat yang berdekatan atau kontak langsung.”Ada sedikit kekuatiran penyakit zoonosis yang bisa ditularkan hewan kepada manusia atau sebaliknya. Namun, sampai hari ini, tidak ada laporan terkait,” katanya.
Seorang warga bernama Ismet Sembiring mengatakan, satwa tersebut kondisinya memprihatinkan ketika pertama kali ditemukan warga. Di sekujur tubuh dan wajah ada sakit serupa kudis.
Kambing hutan memiliki ciri khusus dengan ukuran badan lebih kokoh. Berat badannya antara 50-180 kilogram. Tingginya bisa mencapai 85-94 cm. Kambing hutan memiliki bulu lebat dan kasar yang berwarna keabuan. Tanduknya ramping, pendek dan lurus ke belakang dengan panjang rata-rata 12 hingga 16 sentimeter.
Dalam fase normal, kambing hutan beranak sebanyak satu hingga dua ekor dalam satu kali kelahiran. Kambing hutan Sumatra baik jantan maupun betina dapat hidup selama 10 sampai 20 tahun.
Kambing hutan Sumatera telah dilindungi sejak tahun 1931 berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Nomor: 266 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Tanduk kambing Hutan dipercaya masyarakat dapat menetralisir racun dan mengobati beberapa jenis penyakit. Ini membuat perburuan terhadap Kambing Hutan semakin intensif dan populasi Kambing Hutan turun drastis bahkan sampai pada titik langka pada saat ini. Selain itu, perambahan hutan secara liar juga bertanggung jawab terhadap penurunan populasi satwa lindung ini.