ORANGUTAN Sumatera (Pongo abellii) adalah satwa liar endemik khas yang hidup dan aktivitasnya berada di atas pohon (arboreal), mulai dari makan, sampai dengan beristirahat.
Orangutan Sumatera banyak menghabiskan waktunya berada di atas pohon dibandingkan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus).
Hal ini untuk menghindari predator-predator besar di Hutan Sumatra, adaptasi terhadap kondisi hutan dan evolusi perilaku. Orangutan selalu membuat sarang untuk beristirahat dengan nyaman pada sore hingga malam hari.
Sarang yang dibuat orangutan berbeda dengan sarang-sarang satwa liar lainnya. Pada umumnya, dalam sehari orangutan membuat satu hingga dua sarang untuk sekali pakai. Tetapi, ada penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan 15% orangutan akan kembali ke sarang yang lama, serta memilih sarang yang masih kuat dan menambah dedaunan baru yang masih segar sebagai alasnya.
Selain itu, orangutan memiliki arsitektur sarang yang unik.
Mulanya kerangka utama disusun dari dahan dan ranting pohon yang kuat, kemudian ditambahkan ranting-ranting kecil sebelum dilapisi oleh dedaunan.
Sarang ini juga kadang-kadang dilengkapi dengan beberapa aksesoris tambahan seperti atap untuk melindungi dari hujan atau panas.
Perilaku seperti ini banyak ditemukan pada sarang orangutan Sumatra.
Orangutan Sumatera yang ada di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) tidak asal memilih pohon untuk membuat sarang. Orangutan tidak membuat sarang di pohon yang sedang berbuah. Namun lebih suka memilih pohon lain di sekitarnya.
Pada beberapa kasus ditemukan sarang orangutan di pohon ara atau pohon durian yang menjadi sumber pakan favoritnya. Sehingga sering menjadi konflik dengan manusia sebagai pemilik kebun pohon durian.
Didukung oleh data dari berbagai penelitian perilaku dan ekologi, penghitungan sarang orangutan dapat dijadikan dasar untuk mengetahui populasi dan sebarannya di dalam satu area, dalam suatu waktu tertentu.
Data tersebut antara lain adalah proporsi orangutan membuat sarang dalam satu populasi. Diketahui bahwa tidak semua individu orangutan dalam satu populasi dapat membuat sarang, terutama bayi orangutan dan orangutan yang masih beranjak remaja.
Satu individu orangutan liar dapat membuat hingga dua sarang dalam waktu satu hari. Serta setiap sarang dapat diketahui waktu luruhnya. Fakta-fakta tersebut dapat dijadikan sebagai faktor konversi nilai kepadatan sarang yang diperoleh dari pengamatan di lapangan menjadi kepadatan orangutan.
Inovasi ini sangat membantu untuk mengetahui kisaran populasi orangutan liar, karena perjumpaan langsung dengan orangutan liar di habitat aslinya sulit terjadi, terutama di habitat yang luas dengan kepadatan rendah hingga sedang.
Dikarenakan, orangutan adalah satwa semi-soliter, pemalu dan segera akan menghindar saat mengetahui keberadaan manusia di dekatnya.
Karakter sarang orangutan telah banyak diteliti oleh para ahli. Salah satunya mengungkap tipologi sarang orangutan yang dijumpai di lapangan. Sarang posisi pertama adalah sarang yang berada di pangkal cabang utama pohon, posisi kedua adalah sarang yang terletak di bagian tengah atau ujung cabang sebuah pohon, posisi ketiga adalah sarang yang terletak di pucuk pohon, posisi keempat adalah sarang orangutan yang disusun lebih dari dua tegakan pohon yang berbeda, serta posisi terkahir adalah sarang orangutan di atas tanah.
Berdasarkan temuan di hutan tropis Gunung Leuser, memperlihatkan bahwa sarang posisi pertama dan kedua lebih banyak di hutan yang memiliki pepohonan relatif rapat, atau disebut dengan hutan primer dan hutan sekunder. Kedua tipologi ini umumnya berada di bawah tajuk pohon.
Sementara itu, sarang posisi ketiga dan keempat, proporsi temuannya lebih tinggi pada hutan yang terfragmentasi. Adapun sarang posisi lima tidak banyak dijumpai.