Injiwarrior- Indonesia merupakan surganya burung rangkong. Dari 55 jenis rangkong yang tersebar di seluruh dunia, sekitar 13 jenisnya ada di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan bahwa Indonesia kaya akan jenis burung yang disebut hornbill.
Burung Indonesia mencatat, keberadaan rangkong di Indonesia tersebar. Sembilan jenis ada di Sumatera yaitu enggang klihingan, enggang jambul, julang jambul-hitam, julang emas, kangkareng hitam, kangkareng perut-putih, rangkong badak, rangkong gading, dan rangkong papan. Empat jenis lagi berada di Sumba (julang sumba), Sulawesi (julang dan kangkareng sulawesi), serta Papua (julang papua). Kalimantan memiliki jenis rangkong yang sama seperti Sumatera, kecuali rangkong papan.
Uniknya, penyebutan nama rangkong sering disamakan juga dengan julang, enggang, dan kangkareng. Padahal masing-masing nama tersebut memiliki ciri tersendiri. Rangkong misalnya, memiliki ciri cula di atas paruh yang besar dan sangat jelas. Julang ditandai dengan cula di atas paruh yang pendek dan berkerenyut. Enggang bisa dilihat dari cula di atas paruh yang tidak terlalu jelas dan berkerenyut. Sementara kangkareng bercirikan cula berukuran sedang yang terlihat jelas namun tidak berkerenyut.
Menurut para ahli, seekor rangkong dapat terbang dalam radius 100 km persegi. Artinya, burung yang termasuk dalam keluarga Bucerotidae ini dapat menebar biji hingga 100 km jauhnya. Margaret F. Kinnaird dan Timothy G. O’Brien, peneliti rangkong dan hutan tropis, menjuluki rangkong sebagai petani hutan karena kehebatannya menebar biji. Menurut mereka, terdapat korelasi erat antara rangkong dengan hutan yang sehat.
Burung rangkong memakan buah-buahan berkulit keras atau berdaging dan buah ara (ficus). Sebagai agen pemencar biji tanaman hutan, buah rangkong memiliki perilaku makan yang unik. Burung Rangkong jantan bertugas mencari makan, sedangkan rangkong betina menunggu di dalam sarang. Rangkong jantan meletakkan biji atau buah yang mereka dapatkan di dalam temboloknya lalu mengeluarkannya lewat mulut saat tiba tepat di depan sarang, untuk makan sang betina dan anaknya.
Margaret F. Kinnaird dan Timothy G. O’Brien dalam buku “Birds and mammals of the Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra” mengatakan bahwa keberadaan rangkong dapat dijadikan suatu indikator hutan yang sehat. Hal itu karena Rangkong hanya bisa ditemukan pada virgin forest atau hutan primer dimana spesiesnya dapat bersarang pada pohon-pohon besar yang menjulang ke langit, atau yang biasa disebut emergent tree, seperti pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae yang hanya ditemukan pada hutan hujan tropis dataran rendah.
Selain nilai ekologi, burung rangkong juga memiliki nilai budaya. Contohnya di masyarakat Dayak, burung ini diagungkan karena dianggap sebagai penjelmaan roh alam yang melindungi Pulau Kalimantan dan masyarakat Dayak.
Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi secara terus menerus menyebabkan habitat yang sesuai bagi rangkong terus berkurang, sehingga keberadaan spesies ini menjadi terancam. Menurut laporan TRAFFIC, perburuan liar menjadi ancaman utama bagi spesies ini. Khususnya rangkong gading yang terus diburu karena tingginya permintaan dari China yang memanfaatkan paruhnya untuk obat, ukiran, atau hiasan bernilai tinggi.
Tiga belas jenis rangkong tersebut telah dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang perubahan atas Peraturan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.