Kerinci, Injiwarrior -Kabar duka kembali menyelimuti dunia konservasi. Petugas menemukan satu harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Surya Manggala mati membusuk tidak jauh dari areal Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan hanya tersisa tulang dan kulit, pada 1 Maret 2023.
Kabar kematian harimau Surya tidak terpantau publik. Nanti setelah viral di media sosial oleh akun wildlifewhisperersumatera barulah kematian Harimau Surya menjadi pemberitaan dan mendapat perhatian publik.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, Haidir mengatakan pihaknya telah melaporkan kepada pimpinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), segera setelah harimau itu ditemukan mati.
Sebelumnya, pada 19 Juli 2022, satu harimau Sumatra betina Bernama Citra Kartini mati di areal TNKS. Keduanya dilepasliarkan di TNKS pada Juni 2022.
Harimau Surya dan Citra berbeda dengan harimau lain. Keduanya bersaudara yang lahir dari pasangan harimau betina Gadis dan harimau jantan Monang di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, pada 2018.
Karena dua harimau ini bersaudara, maka keduanya dilepasliarkan di TNKS untuk menghindari inbreeding atau kawin kerabat, yang dapat menurunkan kualitas genetis keturunannya nanti.
Sejak lahir hingga dilepasliarkan, keduanya tumbuh bersama induknya di suaka BNWS. Namun kini, keduanya sudah mati. Sungguh menyedihkan.
Setelah pelepasliaran tersebut, harimau Citra hanya bertahan sebulan setelah dilepasliarkan. Ia ditemukan mati pada 19 Juli 2022. Sedangkan Harimau Surya bertahan selama kurang lebih delapan bulan di alam liar.
Ini hendaknya menjadi perhatian pihak terkait. Serta menjadi bahan evaluasi dan riset, agar keberhasilan dalam pelepasliaran satwa yang berasal dari suaka, bisa mencapai masa hidup sesuai usianya.
Harimau Surya ditemukan mati di kawasan berstatus areal penggunaan lain (APL) di Desa Renah Kayu Embun, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Lokasinya, kata Haidir, berjarak sekitar 700 meter dari kawasan TNKS.
"Di APL, tapi jauh dari permukiman," ujar Haidir Minggu (12/3/2023) seperti dilansir dari Betahita.
Haidir mengakui pelepasliaran satwa, termasuk harimau, di TNKS harus dievaluasi. Terutama satwa-satwa yang berasal dari proses rehabilitasi. Satwa hasil rehabilitasi harus menunjukkan sifat liar.
"Kalau masih punya sifat jinak, tidak takut dengan manusia, itu artinya belum layak untuk dilepasliarkan."