INJIWARRIOR

Injiwarrior.com adalah portal berita lingkungan yang menyampaikan informasi edukatif serta informasi tentang pengungkapan, pencegahan maupun penindakan kasus - kasus kejahatan satwa liar dan pengrusakan hutan di Indonesia. Kami menyampaikan berita yang berkualitas dan berupaya menerapkan standar tinggi jurnalisme dalam meliput peristiwa dan menuliskannya secara tajam, cerdas dan berimbang.

Gawat! Praktik Perburuan Berbuntut Gajah Berevolusi Lahir Tanpa Gading

Ilustrasi gajah (JOYCE POOLE/ELEPHANTVOICES)

Konservasi

Gawat! Praktik Perburuan Berbuntut Gajah Berevolusi Lahir Tanpa Gading

Sebelum perang, sekitar 18,5 persen gajah betina di daerah itu tidak memiliki gading secara alami. Tapi angka itu telah meningkat menjadi 33 persen di antara gajah yang lahir sejak awal 1990-an.

26 Oktober 2021 15:41:05 WIB 01 November 2021 17:25:43 WIB

InjiWarrior - Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa maraknya praktik perburuan di beberapa bagian Mozambik telah menyebabkan evolusi gajah tanpa gading.


Studi yang diterbitkan di majalah Science menemukan bahwa di Taman Nasional Gorongosa, kondisi genetik yang sebelumnya langka tersebut kini seolah menjadi lebih umum.


Praktik perburuan gading gajah meningkat karena diduga untuk membiayai perang saudara di negara tersebut. 


Sebelum perang, sekitar 18,5 persen gajah betina di daerah itu tidak memiliki gading secara alami. Tapi angka itu telah meningkat menjadi 33 persen di antara gajah yang lahir sejak awal 1990-an.


Dilansir dari BBC, sekitar 90 persen populasi gajah Mozambik dibantai dalam masa perang saudara yang berlangsung dari 1977 hingga 1992. Pemburu menjual gading untuk membiayai konflik antara pasukan pemerintah dan pemberontak anti-komunis.


Seperti pada warna mata dan golongan darah pada manusia, gen gajah berperan atas warisan gading dari orang tuanya.


Gajah tanpa gading ditinggalkan sendirian oleh para pemburu, sehingga meningkatkan kemungkinan mereka akan berkembang biak dan mewariskan sifat tanpa gading kepada keturunannya.


Para peneliti telah lama menduga bahwa sifat tersebut, yang hanya terlihat pada betina, terkait dengan jenis kelamin gajah.


Setelah genom gajah bergading dan tidak bergading diurutkan, analisis mengungkapkan bahwa tren tersebut terkait dengan mutasi pada kromosom X yang berakibat fatal bagi jantan, yang tidak berkembang dengan baik di dalam rahim, dan dominan pada betina.


Rekan penulis studi tersebut, Profesor Robert Pringle dari Universitas Princeton, menjelaskan bahwa penemuan tersebut dapat memiliki sejumlah efek jangka panjang bagi spesies.


Dia mencatat bahwa kondisi itu berakibat fatal bagi keturunan laki-laki, dan terdapat kemungkinan lebih sedikit gajah yang akan lahir secara normal atau dengan gading. Hal ini bisa memperlambat pemulihan spesies, yang sekarang berjumlah lebih dari 700 di taman.


"Tusklessness (tidak memiliki gading) mungkin menguntungkan selama perang," kata Profesor Pringle. "Tapi itu ada harganya."


Dampak potensial lainnya adalah perubahan pada lanskap yang lebih luas, karena penelitian mengungkap bahwa hewan bergading dan tidak bergading memakan tanaman yang berbeda.


Tetapi, Profesor Pringle menekankan bahwa hal itu dapat dibalik dari waktu ke waktu. Sebab, populasi pulih dari ambang eliminasi.


"Jadi sebenarnya kami berharap sindrom ini akan berkurang frekuensinya pada populasi penelitian kami, asalkan gambaran konservasi tetap positif seperti yang terjadi baru-baru ini," katanya.


"Ada badai salju berita menyedihkan tentang keanekaragaman hayati dan manusia di lingkungan dan saya pikir penting untuk menekankan bahwa ada beberapa titik terang dalam gambar itu."


JOIN US




JOIN US