Inji Warrior - Ancaman dampak pertambangan tak hanya terjadi di Raja Ampat, Papua, tetapi juga di banyak pulau kecil lain di Indonesia.
Selain Raja Ampat, menurut Jaringan Advokasi Tambang, sebanyak 35 pulau kecil di Indonesia sudah dieksploitasi untuk kegiatan pertambangan.
Ke-35 pulau ini mengantongi 195 izin pertambangan, dengan total luas wilayah konsesi 351.933 hektare.
Luas wilayah ini setara dengan 1.261 kali luas kompleks stadion di Jakarta.
Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, aktivitas tambang tidak boleh dilakukan di pulau-pulau kecil, yang luasannya kurang dari 2.000 km persegi.
Pertambangan di pulau kecil juga sudah dilarang lewat Putusan Mahkamah Konstitusi.
Dosen ekologi Institut Pertanian Bogor, Hirmas F Putra dikutip dari BBC, menyatakan bahwa pulau-pulau kecil bisa jadi memiliki keanekaragaman hayati yang tidak ditemukan di tempat lain.
"Jangan-jangan di situ adalah tempat singgah atau habitat dari fauna yang saat ini ukuran populasinya kecil dan terancam punah. Ketika [pulau kecil] itu dibuka misalnya untuk pertambangan, [bisa jadi ada] burung-burung kehilangan tempat mampir, tempat shelter. Ini tentu akan membuat fragmentasi habitat nanti," papar Hirmas.
foto/ int
Bahkan, menurut data Auriga Nusantara dikutip dari Betahita, ancaman terhadap pulau kecil di Indonesia sudah meluas, saat ini terdapat setidaknya 289 pulau kecil di Indonesia, seluas total 1,9 juta hektare, berada dalam ancaman aktivitas tambang. Sedikitnya ada 380 unit izin tambang yang membebani pulau-pulau kecil itu. Tiga di antaranya berada di Raja Ampat dan telah dicabut oleh pemerintah beberapa waktu lalu.
“Izin-izin tambang itu dipegang oleh sebanyak 325 badan usaha. Izin-izin itu tersebar setidaknya di 21 provinsi di Indonesia. Komoditas pertambangannya mulai dari pasir sampai nikel,” kata Hilman Afif, Juru Bicara Auriga Nusantara, 15 Juni 2025.
Hilman menuturkan, pulau-pulau kecil terancam tambang itu masih memiliki tutupan hutan alam yang cukup luas, yakni mencapai sekitar 928.778 hektare. Pulau-pulau kecil terancam tambang dengan tutupan hutan terluas itu di antaranya adalah Pulau Bacan, Pulau Mangoli, Pulau Harapan, dan Pulau Karakelan.
“Kami juga menemukan adanya hutan alam yang hilang di pulau-pulau kecil itu. Menurut data, hingga Desember 2024, luas deforestasinya mencapai sekitar 1.060,52 hektare,” ujar Hilman.
Berdasarkan analisis spasial, lanjut Hilman, ratusan izin tambang itu memiliki luas, sesuai izinnya, sekitar 916 ribu hektare. Sekitar 388 ribu hektare di antaranya beririsan dengan atau berada di pulau-pulau kecil. Tiga pulau kecil dengan areal izin tambang terluas yakni Pulau Harapan seluas 107 ribu hektare, Pulau Mangoli 83 ribu hektare, dan Pulau Kabaena 36 ribu hektare.
“Dari sekian banyak pulau-pulau kecil yang dibebani izin tambang itu, sebanyak 256 pulau masuk dalam kategori pulau sangat kecil. Pulau sangat kecil ini luasnya di bawah 10 ribu hektare,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 10 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya, pertambangan mineral dan batu bara termasuk dalam jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan dilakukan pada pulau-pulau yang luasnya di bawah 10 ribu hektare atau 100 km persegi.
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ahmad Aris, mengatakan, berdasarkan Permen KP No. 10 Tahun 2024 itu, pulau-pulau dengan ukuran sangat kecil tertutup untuk kegiatan pertambangan.
Aris menjelaskan, pulau-pulau kecil memungkinkan kita bisa melihat lautan dari sisi manapun pulau. Pulau-pulau sangat kecil itu, imbuh Aris, terbentuk dari laut, sehingga, apapun aktivitas di daratan, pasti akan berpengaruh kepada laut.
“Sehingga kegiatan yang sifatnya eksploitatif mengubah bentang alam, tidak boleh dilakukan, karena pasti akan berdampak ke laut,” katanya, dalam media briefing dan peluncuran laporan berjudul "Surga yang Hilang? Bagaimana Pertambangan Nikel Mengancam Masa Depan Salah Satu Kawasan Konservasi Paling Penting di Dunia", yang dirilis Greenpeace Indonesia, pada 12 Juni 2025.
Para peneliti beranggapan, pulau kecil tidak bisa hanya dimaknai sebatas daratan kecil di tengah perairan laut saja. Sesuai definisinya, menurut Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (200 ribu hektare), beserta kesatuan ekosistemnya.
Kesatuan ekosistem dimaksud dalam pasal itu merujuk pada keterkaitan dan interaksi antara komponen-komponen lingkungan hidup. Yang mana, perubahan pada satu komponen dapat memengaruhi komponen lainnya. Oleh karenanya, pengelolaan pulau kecil perlu mempertimbangkan kesatuan ekosistem untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat.
Beberapa pendapat juga menyatakan, ekosistem pulau kecil tidak dapat dibatasi hanya dengan jarak. Karena dalam beberapa kasus, ekosistem satu pulau dan pulau lain di sekitarnya, terhubung secara ekologi.
Tak hanya itu, ekosistem esensial seperti terumbu karang dan biota laut tertentu yang bergantung pada pulau kecil, juga merupakan satu kesatuan ekosistem pulau kecil. Bahkan, peran pulau kecil sebagai tempat masyarakat nelayan bercocok tanam dan tempat singgah, juga merupakan bagian ekosistem dimaksud.
“Jadi, satu kesatuan ekosistem pulau kecil itu tidak hanya dilihat secara ekologis saja, tapi juga dilihat dari sisi biologis, sosiologis, dan kultural,” kata Parid Ridwanudin, Peneliti Kelautan Auriga Nusantara, 15 Juni 2025.