BUAYA muara (Crocodilus porosus) merupakan buaya terbesar dan terpanjang di dunia. Ia juga merupakan reptil terbesar di muka bumi.
Flashback ke 8 Maret 1996, ketika Tim Gabungan melumpuhkan buaya di Sangatta, Kalimantan Timur oleh timah panas, setelah pencarian selama sepekan, karena menerkam dan memakan manusia-seorang perempuan bernama Hairani (35) saat sedang menyuci baju di Sungai Kenyamukan.
Buaya jantan tersebut berukuran jumbo dengan panjang 6,8 meter dan bobot 850 kilogram. Lingkar perutnya mencapai 1,8 meter. Usia buaya itu diperkirakan 70 tahun pada saat itu.
Buaya yang dikenal dengan Monster Sangatta tersebut, memang memakan manusia. Dokter menemukan tubuh Hairani di dalam perutnya setelah operasi pembedahan dilakukan.
Monster Sangatta kini bersemayam di Museum Kayu Tuah Himba di Tenggarong, Kutai Kartanegara.
Berita terkait Buaya Muara Muncul di Perairan Paling Sibuk di Teluk Balikpapan
Syamsuni penduduk lokal yang sering memancing di perairan Teluk Balikpapan hingga ke Sungai di Kawasan Selumut, pernah melihat buaya yang berukuran jumbo.
“Perahu kami panjangnya sekitar sembilan meter, buaya itu mendekati ukuran kapal. Saat perahu kami melintasinya, semua penumpang kapal seperti membeku. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut kami. Nanti setelah jauh dalam jarak aman, barulah ada yang berucap itu bukan buaya tapi monster,” katanya.
Menurut pria yang akrab disapa Syam oleh kerabatnya, ukuran buaya yang dijumpainya beberapa tahun silam itu diperkirakan memiliki panjang tubuh mencapai tujuh meter.
Buaya yang juga dikenal dengan nama Buaya Air Asin memiliki ukuran panjang mulai 3-7 meter dan berat berkisar 200 kilogram sampai satu ton lebih untuk yang Jantan, serta panjang 2,7-3,4 meter dan berat 76 hingga 100kg untuk betina dewasa. Usia buaya muara mulai 25 hingga 70 tahun.
Di dalam air, buaya muara memiliki jangkauan 24-29 kilometer per jam.
The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan status buaya muara sebagai spesies satwa dengan Resiko Rendah. Namun, jumlahnya terus berkurang karena habitat alami yang terus menurun atau rusak.
Penulis: N Sulaiman
Editor: N Sulaiman