Inji warrior, Medan - Perubahan iklim atau climate change bukanlah cuma isapan jempol semata dan semakin terasa nyata dampaknya. Untuk mengurangi dampak perubahan iklim ini semakin banyak aktivitas yang mendukung upaya pemulihan ekosistem baik di laut maupun di darat.
Salah satu upaya yang kerap dilakukan baik secara perorangan maupun organisasi adalah penanaman mangrove. Pasalnya, hutan mangrove yang juga biasa dikenal dengan sebutan hutan bakau merupakan sebuah ekosistem yang bersifat khas karena adanya aktivitas daur penggenangan oleh pasang surut air laut. Pada habitat ini hanya pohon mangrove / bakau yang mampu bertahan hidup dikarenakan proses evolusi serta adaptasi yang telah dilewati oleh tumbuhan mangrove.
Adapun hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat besar bagi lingkungan hidup di antaranya yakni:
1. Sebagai tumbuhan yang mampu menahan arus air laut yang mengikis daratan pantai, dengan kata lain tumbuhan mangrove mampu untuk menahan air laut agar tidak mengikis tanah di garis pantai.
2. Mangrove juga memiliki fungsi sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2).
3. Hutan mangrove memiliki peran sebagai tempat hidup berbagai macam biota laut seperti ikan-ikan kecil, udang dan kepiting. Selain binatang laut, bagi hutan mangrove yang ruang lingkupnya cukup besar sering terdapat jenis binatang darat di dalamnya seperti kera dan burung.
Sayangnya, saat ini keadaan hutan mangrove di sepanjang pesisir pantai Indonesia begitu memprihatinkan. Sebagian besar, atau sekitar 40% dalam tiga decade terakhir mengalami kerusakan, di antaranya habis akibat aktivitas penebangan dan lain-lain. Hal ini tentu akan berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan hidup kita.
Padahal Indonesia memiliki sekitar 2,8 juta hektar hutan mangrove, yang membuat negeri ini menjadi pemilik terbesar dibanding negara lain di muka bumi. Besaran luas tersebut kurang lebih mencakup 23% dari hutan mangrove dunia.
Dikutip dari Greeners.co, Profesor sekaligus peneliti ahli bidang mangrove Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Drs. Pramudji M.Sc, mengungkapkan pentingnya ekosistem pesisir.
Menurut dia, ekosistem pesisir, baik itu terumbu karang, padang lamun, maupun hutan mangrove mempunyai banyak keterkaitan dalam memenuhi kebutuhan kehidupan berbagai biota laut.Dalam “Mangrove di Indonesia” Pramudji menjelaskan mangrove merupakan salah satu dari ekosistem yang memiliki peran sangat besar terhadap biota laut yang hidup berasosiasi di dalamnya. Termasuk juga masyarakat yang bermukim di sekitar hutan mangrove.
Sudah sejak lama kehidupan masyarakat pesisir sangat tergantung dari keberadaan mangrove. Hutan mangrove menjadi sumber pencaharian untuk mencari nafkah. Baik itu dalam kegiatan menangkap ikan, kepiting, kerang-kerangan, udang, kayu bakar, kayu bangunan rumah, maupun atap rumah dari daun nipa (Nypa fruticans).
Mangrove memiliki peranan yang sangat penting baik dari aspek biologis, ekologis, maupun dari aspek ekonomis. Berdasarkan besarnya peranannya terhadap ekosistem, maka mangrove memiliki kemampuan yang sangat besar dalam menopang dan menciptakan keseimbangan ekosistem perairan.
Menurut Pramudji konsentrasi hutan mangrove tersebut terdapat pada kawasan estuari pulau besar, seperti di pantai timur Pulau Sumatra, Kalimantan, beberapa pantai Pulau Sulawesi dan Jawa, serta sepanjang pantai Irian Jaya (saat ini disebut Papua).Warta Kebun Raya (2011) menyebut vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis Itana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas.
Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam empat famili:
1. Rhizophoraeeae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops),
2. Avieenniaeeae (Avicennia),
3. Sonneratiaeeae (Sonneratia)
4. Meliaeae (Xylocarpus).