Aceh, INJIWARRIOR - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh meminta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (GAKKUM) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar transparan dan terbuka ke publik dalam menangani kasus dugaan perdagangan kulit harimau yang diduga melibatkan mantan Bupati Bener Meriah.
“Dalam penegakan hukum tidak boleh ada tebang pilih, tetapi harus membongkar ke akar-akarnya dan siapapun pelaku harus ditindak agar tak terulang lagi kasus kejahatan lingkungan di Tanah Rencong masa akan datang. Termasuk GAKKUM KLHK,” Direktur WALHI Aceh, Akhmad Shalihin, Kamis (26/5/2022).
Ia melanjutkan, Gakkum harus mampu mengungkap ke publik aktor utama dalam upaya memutuskan mata rantai peredaran dan pelaku kejahatan terhadap satwa dilindungi di Aceh. Bila pelaku utama tidak ditangkap, dikhawatirkan kasus yang sama akan berulang kembali. Dan, kejahatan terhadap satwa lindung akan terus terjadi .
Kendati demikian, Direktur Walhi Aceh, Akhmad Shalihin mengatakan, sangat mengapresiasi atas kinerja penegak hukum yang telah menangkap pelaku perdagangan kulit harimau di Bener Meriah.
Ini bisa menjadi jalan masuk untuk membongkar mafia perdagangan satwa dilindungi yang beroperasi di Serambi Makkah, baik lintas provinsi maupun antar negara.
Menurut Om Sol, sapaan akrab Direktur WALHI Aceh, keterbukaan itu penting agar publik dapat melihat kebenaran, bahwa selama ini ada mafia perdagangan satwa lindung di Aceh. Termasuk menjadi bukti bahwa penegak hukum tidak tebang pilih dalam menegakkan hukum, siapapun yang bersalah akan berhadapan dengan hukum.
"Balai Gakkum KLHK agar transparan dalam pengungkapan kasus ini. Segera ungkap siapa dalang utama peredaran satwa liar yang sangat dilindungi ini. Selain itu harus ada upaya konkret untuk mengungkap mata rantai peredaran satwa liar di Aceh," katanya.
Ia melanjutkan, "jadi Balai GAKKUM KLHK harus membongkar juga aktor utama, jangan hanya pelaku lapangan saja, kalau pelaku utama tidak ditangkap, kasus serupa dipastikan akan terulang lagi," katanya.
Selain itu, Om Sol menegaskan, WALHI Aceh bersama dengan masyarakat sipil lainnya akan terus memantau perkembangan kasus ini dan siap membantu penegak hukum dalam penanganan kasus tersebut.
Kepada masyarakat, lanjut Om Sol, bila ada informasi penting lainnya, bila takut melaporkan ke pihak penegak hukum. WALHI Aceh bersedia menampung informasi tersebut, selanjutnya akan disampaikan ke penegak hukum selaku lembaga yang memiliki kewenangan untuk penindakan.
"Bila masyarakat punya informasi terkait dengan perdagangan satwa dilindungi, gak berani melapor ke penegak hukum, bisa melaporkan ke WALHI," katanya.
Menurut Om Sol, penting ada gerakan bersama mengingat Aceh sebagai daerah yang miliki kekayaan biodiversity perlu melakukan upaya keras agar dapat mengurangi perdagangan satwa liar, terutama yang dilindungi dengan status langka.
“Jika hal ini tidak serius dilakukan maka dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, keanekaragaman hayati akan hilang dan dapat merusak reputasi Indonesia di tatanan internasional.”
Ia menambahkan, "Aceh memang masih memiliki hutan, namun satwa liar penghuni hutan secara pasti akan menghilang jika tidak dilakukan tindakan penegakan hukum yang serius, dan juga pemenuhan kebutuhan masyarakat di sekitar hutan, agar menjadi bagian dalam pelestarian satwa liar,” kata om Sol.