InjiWarrior- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara, mencatat banyak permasalahan yang terjadi di hutan Batang Toru yang terletak di tiga kabupaten, yakni Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara.
"Kawasan hutan di Batang Toru barat semakin terancam oleh kemungkinan adanya fragmentasi hutan alam," kata Direktur Walhi Sumut Doni Latuparisa saat paparan akhir tahun di Medan, Rabu (29/12/2021).
Menurut Doni, kondisi tersebut akibat dampak dari diterbitkannya perpanjangan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) selama lima tahun kepada PT Teluk Nauli seluas 83.143 ha.
"Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan no. SK 414/Menhut-ll/2004. Salah satu blok hutan yang akan diusahakan hasil hutan kayunya, yaitu Blok Anggoli seluas 32. 000 ha, secara administrasi terletak di kabupaten Tapanuli Selatan, Utara dan Tengah," ucap Doni.
Doni mengatakan, teridentifikasi bahwa blok hutan alam letaknya tumpang tindih dengan daerah aliran sungai PLTA Sipansihaporas yang mempunyai luasan 42.600 ha.
"Tidak hanya itu berbagai praktik seperti kegiatan usaha sektor perkebunan dan kegiatan sektor energi merupakan ancaman yang mungkin akan timbul di masa mendatang. Dari data Walhi, menunjukkan sudah ada beberapa perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan energi," ungkap Doni.
Doni menjelaskan, dalam catatan akhir tahun Walhi Sumut telah melakukan gugatan hukum ke Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tentang perbuatan melawan hukum, yakni adanya perusahaan bernama PT Nuansa Alam Nusantara (NAN) yang melakukan pemeliharaan dan kepemilikan hewan dilindungi berupa orangutan yang dikelola dalam bentuk komersil atau kebun binatang.
Walhi dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai Pengadilan Negeri Padang Sidempuan keliru dalam memaknai perihal pengungkapan kasus perlindungan terhadap satwa endemik di Indonesia.
"Sebelumnya WALHI dan LBH Medan telah mengajukan gugatan kepada PT Nuansa Alam Nusantara yang di anggap telah melakukan tindakan tak terpuji, yakni memelihara satwa endemik secara ilegal sejak tahun 2017 hingga tahun 2019," sebut Doni.
Gugatan itu diajukan WALHI dan LBH Medan ke Pengadilan Negeri Padang Sidempuan pada 1 April 2021 dengan nomor perkara 9/Pdt.GLH2021/PN Psp sampai 2 November 2021.
Doni mengatakan, gugatan di atas merupakan upaya pertama yang diajukan untuk meminta agar korporasi bertanggung jawab atas tindakannya yang telah melakukan praktik ekploitasi satwa dilindungi secara ilegal.
Menurut Doni, putusan yang disampaikan PN Padang Sidempuan merupakan tindakan yang tidak adil. Pihaknya juga menganggap bahwa perilaku yang lakukan PT Nuansa Alam Nusantara kepada satwa bukan perbuatan melawan hukum.
Sementara itu, Pengacara LBH Medan M. Alinafiah Matondang mengungkap, putusan hakim PN Padang Sidempuan dalam kasus pengungkapan satwa, buruk bagi penegakkan hukum di Indonesia.
Matondang menambahkan, melihat hal itu pihaknya akan melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Karena ia menganggap adanya kekeliruan oleh Majelis Hakim tingkat pertama yang mengandung kebobrokan nyata, salah satunya adalah Melegalkan tindakan Ilegal Yang dilakukan Oleh PT Nuansa Alam Nusantara.