Konflik harimau Sumatera harimau Sumatera dengan manusia terjadi lagi di Desa Sungai Cemara, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, Senin, (1/8/2022).
Di sini, konflik harimau Sumatera terjadi setelah satwa endemik itu memangsa ternak warga.
Kasi Wilayah III BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jambi, Faried mengatakan pihaknya mendapat informasi terkait dan telah menurunkan tim. “Untuk pengecekan dan verifikasi jumlahnya sehingga terjadi konflik Harimau Sumatera dan manusia.”
Menurut Faried, konflik terjadi di luar taman nasional yang berjarak sekitar tiga kilometer. Harimau Sumatera memangsa hewan ternak di kandang. “Jumlah harimau di hutan gambut tersebut diperkirakan sekitar 25 ekor,” katanya.
Setelah peristiwa itu, menurutnya, BKSDA Jambi akan memasang kamera trap.
Sementara pemasangan kandang jebak harus melalui kajian khusus. “Kalau satu ekor, bisa ditangkap. Tapi, kalau ada induk dan anak, maka perlu dikaji lagi,” katanya.
Melansir dari Kompas.com, lokasi kemunculan harimau tepatnya berada di RT 06, Dusun Sejahtera, Desa Sungai Cemara, Kecamatan Sadu.
Berdasarkan informasi warga, insiden terjadi sekitar pukul 18.00 WIB.
Camat Sadu, Frans Apriyanto mengatakan kepastian jumlah dan pemilik ternak masih dalam proses pendataan.
Ia menyebutkan bahwa daerah Sungai Cemara, termasuk daerah yang sulit sinyal. Frans mengimbau warga untuk tidak pergi ke kebun sendirian.
Ada belasan kambing milik warga setempat yang mati dengan dugaan harimau yang memangsa hewan ternak tersebut.
April lalu, seekor harimau Sumatera jantan berhasil terperangkap kandang jebak BKSDA Jambi di Desa Nalo Gedang, Kecamatan Nalo Tantan, Kabupaten Merangin pada 21 April.
Harimau berusia dua tahun itu ditangkap karena meresahkan warga, serta, memangsa ternak warga sebanyak 11 ekor kambing dan dua ekor sapi.
Masih dari Jambi, Maret lalu, harimau Sumatera memangsa seorang pekerja yang sedang istirahat di Kawasan Hutan bekas HPH PT Putra Duta Indonesia Wood (PDIW) di Desa Puding, Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi.
Di Sumatra, Konflik harimau dan manusia masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah setempat atau pun pihak terkait.
Kendati demikian, upaya penanganan hendaknya mengutamakan keselamatan semua pihak baik manusia maupun harimau yang merupakan satwa lindung.
Payung hukum perlindungan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Indonesia termaktub dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang dilindungi.
Berdasarkan The International Union for Conservation of Nature (IUCN), si Belang berstatus Critically Endangered. Status ini berarti hanya satu tingkat menuju kepunahan di alam liar.