InjiWarrior.com- Berbagai macam spesies di Indonesia apa yang kalian ketahui selain gajah, harimau, badak dan orangutan?. Mungkin setiap orang memiliki pendapat yang berbeda untuk memahami spesies yang ada di wilayah indonesia maupun daerahnya.
Monyet Kedih (Presbytis Thomasi) salah satunya yang merupakan spesies dari pulau Sumatera bagian Utara. Ia banyak ditemukan di daerah hutan tropis kering atau subtropis seperti, Bukit Lawang, Bahorok, Aek Nauli dan Aceh.
Primata bermuka sedih itu memiliki warna bulu yang berbeda. Di bagian atas berwarna abu-abu gelap dengan corak kehitaman dan putih serta uniknya lagi terdapat jambul di atas kepalanya.
Monyet Kedih dikenal mempunyai sikap tenang dalam interaksi dengan spesies lain yang habitat sama. Kedih menunjukkan perilaku teritorial ketika sumber daya makanan langka atau ketika habitat mereka terancam.
Kemudian pada saat malam hari, biasanya monyet Kedih akan bersahut-sahutan dengan suara yang kuat untuk mengumpulkan anggotanya. Uniknya lagi, monyet Kedih dapat mengenali anggotanya dengan suara tersebut.
Kedih lebih aktif di siang hari. Istirahat adalah hiburan yang disukai. Ia menghabiskan lebih dari 60 persen setiap hari. Hanya lebih dari 30 persen dari setiap hari dihabiskan untuk mencari makan dan untuk waktu bepergian . Dalam kegiatan sosial, primata ini kurang dari 10 persen, secara kolektif, setiap hari.
Untuk makanannya sendiri Kedih suka memakan dedaunan, buah-buahan, serangga, hingga bunga- bunga. Di sisi lain, monyet kedih juga dapat membantu regenerasi tumbuhan di hutan dengan menyebarkan biji buah-buahan di mana ia tinggal.
Menurut ahli Biologi, Kedih dapat hidup sekitar 20 hingga 29 tahun. Ahli biologi satwa liar berspekulasi bahwa umur yang lebih pendek di alam liar kemungkinan karena penghancuran habitat alami spesies, perburuan oleh manusia, predator alami, dan serangan dari kelompok primata tetangga.
Saat ini, monyet Kedih dalam populasi terancam punah. Ulah manusia yang menjadi salah satu faktor yang menipisnya keberadaan Kedih sekarang. Satu nasib dengan satwa endemik Sumatera lainnya.
Penulis : Yudi Manar
Editor : Tim Inji Warrior