Injiwarrior, Pekanbaru - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menerima dua ekor kukang (Nyticebus coucang) dari warga Rumbai dan Rimbo Panjang. Satwa itu ditemukan masuk kerumah warga.
Dokter Hewan Balai Besar KSDA Riau, Rini Deswita mengatakan kukang tersebut masuk kerumah warga dan berhasil diselamatkan.
"Kukang yang diterima ini merupakan serahan dari warga Rumbai dan Rimbo Panjang", kata Rini, Senin (19/9/2022).
Kondisi kukang yang diserahkan oleh warga Rumbai mengalami putus jari pada kaki bagian belakang, namun sudah kita rawat dan diobati. Sedangkan kukang yang diserahkan warga rimbo panjang dalam kondisi sehat, jelasnya.
"Dua ekor kukang liar berjenis kelamin jantan dan sudah dewasa".
Ia menuturkan, satwa tersebut ditemukan warga Rumbai masuk kedalam garasi rumahnya dan warga Rimbo Panjang juga menemukan satwa itu dirumahnya.
"Tidak jauh dari pemukiman itu masih ada hutan dan diduga menjadi habitat satwa. Kukang yang kita terima ini kita rawat kemudian kita evaluasi perkembangan dan kesehatannya sebelum dilepasliarkan kehabitatnya. ujarnya.
Kukang disebut pula malu-malu adalah jenis primata yang gerakannya lambat. Warna rambutnya beragam, dari kelabu keputihan, kecoklatan, hingga kehitam-hitaman. Pada punggung terdapat garis cokelat melintang dari belakang hingga dahi, lalu bercabang ke dasar telinga dan mata. Berat tubuhnya berkisar antara 0,375-0,9 kg, dan panjang tubuh hewan dewasa sekitar 19–30 cm.
Dari delapan spesies kukang yang masih ada, enam di antaranya dapat ditemukan di Indonesia, yakni di pulau-pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Kukang (Nycticebus spp.) memiliki penampilan yang lucu dan menggemaskan sehingga banyak masyarakat umum yang gemar menjadikan primata ini sebagai hewan peliharaan.
Berdasarkan UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistem, Pemerintah melarang masyarakat untuk mengeksploitasi fauna ini. Termasuk melarang perburuan, pemeliharaan, perjuabelian maupun memanfaatkan bagian tubuhnya.
Ancaman hukuman bagi para pelanggar yakni kurungan penjara 5 tahun dan denda sebesar Rp100 juta.
Berdasarkan tingkat kepunahannya, The International Union for Conservation of Nature (IUCN) menempatkan kukang kedalam kategori kritis (Critically endengared).
Penulis : Wahyudi
Editor : Rahmad Suryadi