InjiWarrior - Pengadilan Negeri Padangsidempuan, Sumatra Utara, menolak gugatan sejumlah organisasi lingkungan terhadap PT. Nuansa Alam Nusantara atau PT NAN.
Perusahaan itu diduga melakukan praktik eksploitasi satwa dilindungi dengan modus kebun binatang ilegal.
Hasil putusan hakim tersebut dibacakan pada sidang Selasa (2/11/2021). Mereka menganggap tindakan PT NAN tidak melanggar hukum dan tidak inkonstitusional.
Hakim justru menilai ulah perusahaan yang memelihara berbagai satwa dilindungi yang diduga secara ilegal seperti orangutan, komodo dan jenis-jenis burung langka itu semata untuk menyelamatkan mereka dari kepunahan.
"Alasan hakim tersebut jelas keliru, karena PT NAN bukanlah lembaga konservasi maupun pusat rehabilitasi yang memiliki otoritas atau wewenang untuk melakukan tindakan penyelamatan spesies yang dilindungi," ujar Direktur WALHI Sumatra Utara Doni Latuparissa, Sabtu (6/11/2021).
Gugatan sejumlah organisasi lingkungan terhadap suatu koorporasi terkait kasus eksploitasi satwa dilindungi ini merupakan kali pertama di Indonesia. Gugatan itu sendiri dilayangkan oleh
Mereka menuntut PT NAN bertanggungjawab atas tindakannya yang diduga telah melakukan praktik eksploitasi satwa dilindungi. Sehingga wajib bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan.
Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Padang Sidempuan pada 1 April 2021 dengan Nomor Register Perkara: 9/Pdt.G/LH2021/PN Psp. Persidangan menghabiskan waktu lebih kurang 216 hari atau sebanyak 26 kali persidangan.
PT Nuansa Alam Nusantara atau PT NAN diduga telah memelihara satwa endemik secara ilegal sejak 2017 hingga 2019.
Menurut Doni, PT NAN telah nyata memelihara satwa dilindungi dan memisahkan satwa dengan ruang habitatnya tanpa izin lembaga konservasi serta melakukan aktivitas dengan membuka wisata rekreasi kebun binatang secara komersil.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memerintahkan setiap perusak lingkungan harus bertanggung jawab memperbaikinya.
Sedangkan berdasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
"Melihat aktivitas yang dilakukan oleh PT NAn tentunya sangat bertentangan dengan isi amanat undang-undang itu," kata Doni.
Doni menambahkan, putusan hakim dalam kasus ini memperpanjang rentetan catatan buruk penegakan hukum di Indonesia. Khususnya terkait upaya perlindungan dan penyelamatan terhadap satwa yang terancam punah serta pemulihan lingkungan hidup.
Hal itu berdampak pada masifnya praktik perburuan dan jual-beli satwa serta laju kerusakan lingkungan hidup.
Atas dasar pertimbangan ini, WAHLI Sumatra Utara bersama sejumlah organisasi lainnya bakal melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.
"Karena jelas apa yang dipertimbangkan oleh majelis hakim tingkat pertama mengandung kekeliruan yang nyata, salah satunya adalah melegalkan tindakan illegal yang dilakukan oleh PT NAN," pungkas Doni.