INJIWARRIOR, Langkat - Praktik perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi masih marak terjadi. Hal ini terbukti dengan terungkapnya kasus perdagangan bayi orangutan Sumatera (Pongo abelii) berumur empat bulan oleh tim gabungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara.
Dalam penangkapan tersebut, petugas mengamankan lima orang pelaku di depan perumahan mewah, Komplek Cemara Asri, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, 28 April 2022. Aksi ini dikomandoi seorang pria berinisial Tom (18). Empat lainnya, AR (20), HY (18), RHN (17) dan PAS (17).
Berselang beberapa hari, penyidik menetapkan Tom sebagai tersangka dan empat lainnya berstatus saksi. Namun, Tom ditangguhkan penyidikannya dan hanya diwajibkan lapor.
Saat ini, bayi Orangutan Sumatera tersebut berada di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Batu Mbelin, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang dan kondisinya dalam keadaan sehat dan terpelihara baik sampai siap untuk pelepasliaran.
Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin yang dikelola oleh Yayasan Ekosistem Lestari-Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) merupakan sekolah alam bagi orangutan untuk persiapan pelepasliaran ke habitat aslinya.
Dalam mengungkap perburuan dan perdagangan individu orangutan Sumatera itu, Tim INJIWARRIOR melakukan penelurusan ke kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Resor Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat untuk melihat aktivitas dan membuktikan keberadaan orangutan Sumatera di sana.
Dengan pendampingan dari pemandu wisata di kawasan TNGL Resor Bukit Lawang, Tim mendapat kesempatan memantau aktivitas satwa yang berstatus sangat terancam punah itu. Individu orangutan yang ditemui yakni orangutan Sumatera bernama Ratna bersama anaknya yang berusia tiga tahun, sementara beberapa individu orangutan tidak terlihat.
Saat penelusuran tersebut, Tim INJI berjumpa dengan penduduk setempat yang mengenal baik daerah hutan Bukit Lawang dan juga orangutannya.
"Ini si Ratna, tangan kanan kirinya terluka karena berantam sama si Pesek, berantam 10 hari yang lewat," tutur seorang wanita bernama Jana kepada Tim saat melihat orangutan Sumatra betina itu.
Wanita berhijab ini mengenal sosok Ratna dan Pesek. Ia bahkan mengetahui perbedaan fisik keduanya.
"Ratna ini bulunya agak hitam, bahunya agak kuncup. Kalau si Pesek punya bodi sedikit agak lebar," katanya.
Tim kemudian melanjutkan perjalanan. Pemandu wisata tersebut menyebutkan bahwa perburuan satwa liar dilindungi masih ada.
Pemandu wisata tersebut mengungkapkan, jalur untuk membawa keluar satwa liar dilindungi hasil buruan bukan via jalan setapak, tapi melalui akses lain di dalam hutan.
"Pasti jalan yang dilewati hewan (di dalam hutan) yang mereka ikuti untuk menghilangkan jejak. Kalau lewat jalan setapak, pasti ada jejak," katanya.
Terkait waktu dan akses yang dilewati para pemburu, ia mengungkapkan bahwa jalur keluar masuk kawasan TNGL Bukit Lawang maupun Bahorok cukup banyak.
"Kalau waktu, bisa saja pemburu bawa hasil buruan keluar hutan pagi, dini hari, atau subuh. Kemungkinan jalan keluar pemburu tidak dari Bukit Lawang dan tidak melewati permukiman penduduk, tapi dari jalur hutan di daerah lain seperti Tangkahan, Batu Rongring, dan banyak lagi jalur di TNGL ini," katanya membeberkan.
###
Tiga Orang Dicurigai, Belasan Satwa Liar Lindung Diperdagangkan Jaringan Tom
Keterlibatan pria berinisial Tom dalam perdagangan orangutan Sumatera telah membentuk jejaring ke luar negeri yakni Malaysia. Negeri Jiran inilah tujuan penjualan orangutan Sumatera itu.
Catatan terkait, Polres Binjai mengungkap perdagangan orangutan Sumatera yang terjadi di Terminal Binjai, Jalan Ikan Paus, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai pada 1 Februari 2022. Dalam penangkapan tersebut, petugas mengamankan tiga pria dan barang bukti satu individu orangutan Sumatra yang dimasukkan dalam kotak kayu di dalam mobil Kijang hitam BK 1379 AH.
Terungkapnya jaringan perdagangan orangutan Sumatera ini dari Irawan Shia alias Aju Bin Min Hua yang merupakan warga binaan Lapas Pekanbaru, Riau. Jaringan tersebut, memperdagangkan orangutan Sumatera. Dalam dakwaan, Eddy Alamsyah Putra, nama Tom disebutkan sebagai sosok orang yang masih dalam penyelidikan.
Dalam penyelidikan, terungkap bahwa individu orangutan Sumatera didapat dari Tom seharga Rp12 juta dari seorang warga Langsa, Aceh Timur. Orangutan tersebut kemudian dikirim oleh Eddy Alamsyah Putra yang belakangan vonis delapan bulan di Pengadilan Negeri Binjai, 22 Mei 2022. Rencananya, orangutan ini akan dijual sebesar Rp 50 juta kepada warga negara asing diduga dari Malaysia bernama Zainal.
Tim terus mencari dan menggali informasi terkait perburuan dan perdagangan orangutan Sumatera. Informasi terkait perkembangan kasus yang ditangani Polres Binjai tersebut, menyeret tiga orang lain yang terlibat dalam kasus perdagangan orangutan Sumatera.
Hal ini diketahui dari informasi seorang pemandu wisata senior. Katanya, munculnya ketiga orang tersebut hasil dari penyidikan. Namun, ia mengaku tidak mengetahui identitas ketiganya.
"Kabarnya ada tiga orang yang dicurigai. Awalnya satu orang, pengembangan penyidikan bertambah jadi tiga orang," katanya.
Direktur Sumatra Ecoproject (Sumeco), Bobi Handoko membenarkan informasi tersebut. Ia mengaku mengetahui dan mengawal kasus perburuan dan perdagangan satwa orangutan Sumatera itu.
"Yang namanya Tom ini bukan sekali, dua kali perdagangkan satwa liar. Sudah 10 kali, sudah 15 kali, sudah berulang kali dia (perdagangkan satwa). Dia licin," kata Bobi dihubungi, Selasa (28/6/2022).
Bobi mengaku mengetahui jaringan yang berkaitan dengan kasus yang ditangani Polres Binjai, termasuk para pemburu atau pun eksekutor perburuan orangutan Sumatera. Ia pun menanti penuntasan kasus tersebut, termasuk membongkar dan menangkap seluruh jaringan yang terlibat termasuk Tom.
"Jaringan Bahorok, Tom komunikasi dengan D-warga Bukit Lawang-penghubung pemburu dengan Tom. Kemudian Tom komunikasi langsung dengan IB-warga Bahorok. Dan komunikasi dengan pemburunya langsung-WB," kata Bobi merinci.
Bobi pertanyakan penetapan tersangka oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut hanya Tom seorang. Padahal dua dari lima orang yang diamankan terlibat dalam perdagangan orangutan Sumatera yang ditangani Polres Binjai.
"Yang ditangkap lima, D sama E itu yang masuk ke kawasan (hutan) ambil orangutan saat penangkapan OTT (operasi tangkap tangan) dengan Polres Binjai," kata Bobi
Bobi mengatakan, bila Tom tak diproses hukum akan menjadi tanda tanya besar kepada aparat penegak hukum. Mengingat kasus tersebut, petugas tangkap tangan Tom dengan barang bukti anak orangutan Sumatera. Hal ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan satwa liar dilindungi.
"Karena kalau tersangka lepas, akan bangga dan akan jalankan lagi (perdagangan satwa). Terlebih lagi, OTT saja dia lepas, apalagi hanya dikejar-kejar," katanya.
Bobi melanjutkan, aparat penegak hukum dan pihak terkait harus mengingat dan mempertimbangkan bahwa orangutan Sumatera merupakan satwa dilindungi karena statusnya sangat terancam punah.
"Saya berharap ada keadilan bagi satwa liar dilindungi yang diperdagangkan tersangka (Tom). Apalagi status orangutan Sumatera critically endangered, sangat terancam punah."
Hal lain yang patut dipertimbangkan penyidik, kata Bobi, adalah nasib bayi orangutan Sumatera itu. Masih berusia empat bulan, bayi orangutan Sumatera itu dipisahkan dari induknya. Hal ini jelas adanya perburuan yang dilakukan hingga Tom memperdagangkannya.
"Karena pasti ada perburuan, kematian atau pun yang terluka dari perdagangan itu. Dan pasti anaknya terpisah dari induknya," katanya menjelaskan.
Sumeco berbasis di Bukit Lawang merupakan lembaga konservasi yang fokus pada penyelamatan satwa liar dilindungi memberikan kredit khusus bagi kasus Tom ini. Meski masih berusia 18 tahun, sepak terjang Tom dalam perdagangan satwa liar dilindungi sudah dikenal luas.
Bobi sendiri mengenal betul Tom yang pernah bergabung bersamanya di Sumeco pada medio 2019 hingga November 2020.
"Harapan saya ada keseriusan penegakan hukum kasus ini. Hingga hadirnya keadilan bagi satwa-satwa yang diperdagangkan itu," ujarnya.
***
Tiga Individu Orangutan Sumatera Semi Liar di Bukit Lawang Tak Tampak Lagi
Sumber lain mengungkapkan bahwa sejumlah orangutan Sumatera di kawasan TNGL Bukit Lawang tak tampak lagi dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, beakangan ini, dalam rentang waktu tiga bulan, ada tiga individu orangutan Sumatra yang tak lagi ada kabarnya.
"Ada beberapa orangutan yang hampir tiga bulan lebih (estimasi) tidak kelihatan, seperti Jacky dan Minah," kata sumber INJI yang tidak mau disebut namanya.
"Abdul sama Suma dan Yanti tidak nampak lagi," tutur sumber lainnya.
***
Berkas Perdagangan Anak Orangutan Sumatera Dikembalikan
Kabid Humas Polda Sumut Kombespol Hadi Wahyudi tak menjawab konfirmasi soal kasus penjualan individu Orangutan Sumatra dengan tersangka Tom tersebut.
Pesan dari aplikasi WhatsApp mengenai perkembangan kasus Tom dan hasil investigasi yang didapat dari lapangan mengenai tiga orang yang diyakini sebagai pemburu, tak dijawab Hadi. Begitu pula panggilan telepon seluler, Hadi tak meresponnya.
Diketahui Penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut telah melimpahkan berkas perkara LP/881/IV/2022/SPKT/Polda Sumut tanggal 28 April 2022 ke Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejatisu) pada awal Juni 2022. Namun, jaksa peneliti Kejatisu menilai berkas tersebut belum lengkap dan dikembalikan untuk dilengkapi.
"Berkas P-19," ujar Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) Yos A Tarigan mengungkapkan tanpa menyebut kekurangan berkas perkara perdagangan satwa liar dilindungi itu ke Penyidik Subdit IV/Tipiter bersama Subdit V/Siber Crime Ditreskrimsus Polda Sumut, Senin (27/6/2022).
Sebelumnya, Yos dalam keterangannya menuturkan bahwa berkas perkara tersebut telah diterima Bidang Pidum Kejatisu yang akan diteruskan ke Jaksa Peneliti, untuk diteliti berkasnya oleh jaksa yang telah ditunjuk menangani kasus itu.
“Kita telah terima berkas pelimpahan tahap 1 untuk diteliti kelengkapannya baik formil dan materil. Kalau belum lengkap maka akan dikembalikan ke Penyidik Polda Sumut untuk dilengkapi,” kata Yos Tarigan, Kamis (9/6/2022).
Lebih lanjut Yos menyebutkan bahwa ketajaman seorang JPU sebagai pengendali kebijakan penuntutan (dominus litis), akan menuntun penyidik bila kurang lengkap dalam menyusun berkas dan memberikan petunjuk baik formil maupun materilnya.
“Setelah dilakukan penelitian oleh Tim Jaksa Bidang Pidum Kejatisu, apabila berkas lengkap formil dan materil selanjutnya jaksa tinggal menunggu pelimpahan tersangka dan barang bukti (tahap II) dari Tim Penyidik Polda Sumut.”
***
Beri Efek Jera Kepada Penjual maupun Pemburu Orangutan
Menanggapi kasus ini, Founder Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) Panut Hadisiswoyo pun bereaksi terkait penanganan pihak berwajib atas kasus perdagangan bayi Orangutan Sumatra tersebut.
Menurut alumni Oxford Brookes University jurusan Konservasi Primata ini, dirinya sangat mengapresiasi Polda Sumut dalam upaya penanganan proses hukum dan penangkapan pelaku perdagangan primata endemik Sumatra itu.
“Ini merupakan langkah yang agresif dan sangat kita butuhkan. Di mana penegak hukum mendukung upaya-upaya perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia,” katanya.
Namun, Panut juga menyayangkan bahwa reaksi cepat yang dilakukan Tim Gabungan Polisi itu sedikit mengendur dengan adanya ‘penangguhan’ proses di mana pelaku utama perdagangan orangutan masih bebas di luar atau tidak ditahan.
Panut menyampaikan harapannya agar proses hukum berjalan semestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Serta, mendesak Polda Sumut menjalankan proses hukum secara tegas, sehingga tidak ada pertanyaan yang berkembang di lapangan.
“Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak Polda Sumut dalam menangani kasus ini, agar berjalan semestinya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga memberikan efek jera kepada penjual maupun pemburu orangutan di Indonesia, serta mengedukasi masyarakat luas terkait pemanfaatan satwa lindung,” kata Panut menjelaskan.
***
Tom Diyakini Terlibat Jual Beli Satwa Liar Lindung Sejak Umur 13 Tahun
Panut mengharapkan kasus ini tak terhenti pada Tom saja dan kiranya penyidik menuntaskan kasus tersebut, termasuk mengungkap semua orang-orang yang terlibat. Sebab, Panut meyakini Tom terlibat dalam perdagangan satwa liar dilindungi sudah lama, diperkirakan saat berumur 13 tahun.
"Kita harapkan kasus ini tuntas mengungkap semua jaringan yang terlibat. Memang Tom ini pemain lama, bukan pertama ini ia terlibat dalam perdagangan satwa yang dilindungi. Kami yakini lima tahun belakangan ini Tom aktif dalam jual beli satwa liar dilindungi," ujar Panut mengungkapkan praktik illegal pelaku berinisial Tom.
Terkait asal individu orangutan Sumatera yang dijual Tom, pria penerima penghargaan Emerging Explorer 2016 oleh National Geographic di Washington DC, Amerika Serikat itu, penyidik patut menelusurinya. Hal ini untuk mengungkap perdagangan satwa liar dilindungi yang berasal dari kawasan TNGL Bukit Lawang.
"Dari sepak terjang Tom sekitar lima tahun lalu, ada kemungkinan satwa-satwa yang diperjualbelikan dari kawasan Sumatra Utara, itu bisa saja. Makanya perlu dituntaskan kasus ini dan mengungkap semua orang-orang yang terlibat," katanya.
***
Keterlibatan Jaringan Tom Perdagangkan Dua Individu Anak Orangutan Sumatera
Hasil penelusuran tim kemudian mendapati informasi jaringan Tom. Terungkap, keterlibatan Eddy Alamsyah alias Eddy Jordan dalam jaringan Tom yang telah divonis oleh PN Binjai dalam perkara perdagangan orangutan Sumatera. Kasus ini ditangani Polres Binjai dan berhasil.
Dalam perkara ini, Eddy disebut sebagai pemilik dua individu anak orangutan Sumatera. Diyakini pula Dia yang mengkoordinir pengambilan dua individu orangutan Sumatera dari Kecamatan Selesai, Langkat. Informasi yang didapat orangutan Sumatera tersebut berasal dari Aceh Timur.
Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum (Gakkum) LHK Wilayah Sumatra menetapkan Riswansyah alias Iwan Gondrong (39) sebagai tersangka dalam kasus perdagangan dua bayi orangutan Sumatera. Iwan ditangkap petugas di Dusun Kwala Nibung, Desa Pulo Rambung, Kecamatan Bahorok, Langkat, Jumat (10/1/2020). Riswansyah alias Iwan Gondrong telah divonis penjara selama empat tahun enam bulan.
Dalam jaringan perdagangan dua bayi Orangutan Sumatra ini, Tim INJI mendapat informasi ada pelaku lain yang terlibat dan lepas dari jeratan hukum. Eddy Alamsyah alias Eddy Jordan bersama I, UD dan MYS yang memiliki peran pada kasus ini. Namun, keempatnya tidak diproses hukum, seperti yang dialami Iwan Gondrong.
Status Orangutan Sangat Terancam Punah
Indonesia memiliki tiga spesies orangutan, yakni orangutan Sumatera (Pongo abelii), Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).
Ketiganya berstatus kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah the International Union for Conservation of Nature (IUCN). Status kritis artinya hanya satu tingkat lagi menuju kepunahan di alam liar.
Dengan status kritis ini, diperlukannya keseriusan aparat penegak hukum dan pihak terkait untuk benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang. Peran masyarakat juga menjadi sentral dalam garda terdepan untuk melindungi hewan primata ini.
Populasi orangutan Sumatera di Kawasan Ekosistem Leuser diperkirakan sebanyak 13.700 individu. Jumlah ini tersebar di kawasan TNGL, termasuk Bukit Lawang dan Bahorok.
Sedangkan populasi orangutan Tapanuli saat ini diperkirakan sebanyak 800 individu yang tersebar di Ekosistem Batang Toru meliputi Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara.
Keberadaan satwa lindung ini termaktub dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Serta diatur dalam Undang Undang No 5 tahun 1990. Bilamana melanggar akan berhadapan dengan hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta rupiah.