MASIH ingat baru-baru ini Tim Gabungan Kepolisian Daerah Sumatra Utara (Polda Sumut) mengamankan lima pemuda pemudi millennial karena penjualan satwa lindung orangutan?
Tim Gabungan dari Subdit V Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), Subdit I Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus, dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut mengamankan lima warga Kota Binjai, karena melakukan perdagangan orangutan di Kawasan Perumahan Cemara Asri, Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Kamis (28/04/2022).
Lima orang itu berinisial TOM (18), AR (20), HY (18), RHN (17), dan PAS (17).
Usai pemeriksaan oleh penyidik, polisi hanya menahan satu terduga pelaku yakni Tom dan sisanya lepas. Belakangan, Tom yang tertangkap tangan, setelah sebelumnya melakukan promosi penjualan di media sosial, juga dilepas.
Ini menimbulkan tanda tanya di kalangan terkait. Dan, menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan termasuk konservasionis dan kalangan media.
Aktivis lingkungan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) Panut Hadisiswoyo pun bereaksi terkait penanganan pihak berwajib atas kasus perdagangan bayi orangutan tersebut.
Menurut alumni Oxford Brookes University jurusan Konservasi Primata ini, dirinya sangat mengapresiasi Polda Sumut dalam upaya penanganan proses hukum dan penangkapan pelaku penjualan primata endemik Sumatra itu.
“Ini merupakan langkah yang agresif dan sangat kita butuhkan. Di mana, penegak hukum mendukung upaya-upaya perlindungan alam Indonesia,” katanya.
Namun, Panut juga menyayangkan bahwa reaksi cepat yang dilakukan Tim Gabungan Polisi itu sedikit mengendur dengan adanya ‘penangguhan’ proses di mana pelaku utama penjualan orangutan masih bebas di luar atau tidak ditahan.
Panut menyampaikan harapannya agar proses hukum berjalan semestinya sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku. Serta, mendesak Polda Sumut menjalankan proses hukum secara tegas, sehingga tidak ada pertanyaan yang berkembang di lapangan.
“Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak Polda Sumut dalam menangani kasus ini, agar berjalan semestinya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga memberikan efek jera kepada penjual maupun pemburu orangutan di Indonesia, serta mengedukasi masyarakat luas terkait pemanfaatan satwa lindung.”
Kepala Seksi Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah I Medan, Haluanto Ginting mengatakan bahwa pihaknya tidak menangani hal tersebut. “Itu ditangani sepenuhnya oleh Polda Sumut.”
Namun lanjutnya, berkaitan dengan penegakan hukum pun terkait satwa lindung, penyelesaiannya harus tegas dan sesegera mungkin.
Baik Panut ataupun Haluanto mengaku mengetahui sepak terjang Tom. Dan, bahkan Tom pernah menjadi target operasi pihak Gakkum KLHK sebelum Polda Sumut mengamankannya.
Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat (Penmas), Kompol Dr Herwansyah Putra, SH MSi mengatakan bahwa Tom bukan bebas melainkan tidak ditahan. “Ini ditangani oleh Ditreskrimsus, pelaku tidak ditahan, namun proses hukum tetap berjalan,” katanya, Sabtu (14/5/2022).
Herwan menegaskan bahwa kebijakan penahanan atau tidak atas pelaku tindak kriminal, berada di ranah penyidik. Hal ini terjadi apabila merujuk pada tiga syarat yakni ada penjamin, pelaku koperatif atau tidak lari, dan tidak mengulangi perbuatannya.
Saat ini, bayi Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) tersebut berada di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Batu Mbelin, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang dan kondisinya dalam keadaan sehat dan terpelihara baik sampai siap untuk pelepasliaran.
Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin yang dikelola oleh Yayasan Ekosistem Lestari-Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) merupakan sekolah alam bagi orangutan untuk persiapan pelepasliaran ke habitat aslinya.
Indonesia memiliki tiga spesies orangutan, yakni orangutan Sumatera (Pongo abelii), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), dan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Ketiganya berstatus Kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah the International Union for Conservation of Nature (IUCN). Status kritis artinya hanya satu tingkat lagi menuju kepunahan di alam liar dan punah sepenuhnya.
Penulis: Nurni Sulaiman dan Iwan G Batubara
Editor: Nurni Sulaiman