Inji Warrior, BANDA ACEH – Rencana pembangunan jalan penghubung antara Muara Situlen, Aceh Tenggara, dan Gelombang, Subulussalam, mendapat sorotan dari kalangan pegiat lingkungan. Pasalnya, trase jalan yang direncanakan diketahui melintasi kawasan hutan lindung dan sebagian wilayah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Juru Kampanye Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Raja Mulkan dikutip dari AJNN.net, mengatakan pemerintah perlu menjelaskan urgensi pembangunan jalan tersebut, terutama karena lokasinya berada di kawasan dengan nilai konservasi tinggi.
“Jangan sampai proyek ini hanya menjadi tumbal ambisi pembangunan di tengah meningkatnya deforestasi,” kata Raja Mulkan di Banda Aceh, Minggu, 2 November 2025.
Ia menambahkan, jalur yang akan dibuka itu juga kerap menjadi lokasi pelepasliaran Harimau Sumatera oleh lembaga konservasi.
Pembukaan jalan baru, kata dia, berpotensi meningkatkan aktivitas manusia yang dapat mengganggu habitat satwa liar, khususnya spesies sensitif seperti harimau.
“Area itu sering dijadikan tempat pelepasan harimau. Kalau dibuka jalan, tentu aktivitas manusia meningkat dan bisa mengganggu satwa yang sensitif terhadap perubahan lingkungan,” kata Raja Mulkan.
Sementara itu, Supervisor Riset Forum Konservasi Leuser (FKL), Ibrahim, menilai pemerintah sebaiknya mengoptimalkan infrastruktur yang sudah ada tanpa membuka akses baru di kawasan hutan.
“Kita berharap yang ada itu dulu dikelola. Jangan dulu merambah yang belum pasti. Mungkin ada opsi lain agar tidak kena hutan lindung,” ujarnya.
Berdasarkan peta rencana trase dan eksisting jalan Muara Situlen–Gelombang milik Dinas PUPR Kabupaten Aceh Tenggara, jalur yang direncanakan memang beririsan dengan kawasan hutan lindung dan sebagian wilayah TNGL.
Kawasan tersebut merupakan bagian penting dari bentang alam Leuser yang menjadi habitat satwa langka seperti harimau, gajah, dan orangutan Sumatera.




