Perwakilan masyarakat Kabupaten Dairi melakukan unjuk rasa di tiga tempat yakni Jakarta, Medan, dan Sidikalang, Kabupaten Dairi di Sumatra Utara.
Awalnya para pengunjuk rasa berdemo ke Kedubes Republik Rakyat Tiongkok (Kedubes RTT), namun karena tidak mendapat respon dan hanya satpam yang menemui, akhirnya pendemo bergerak ke target berikutnya yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jl. Pejompongan Raya No.1, Bendungan Hilir, Kecamatan Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Sebelum aksi, perwakilan warga Dairi menemui Perwakilan Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan (PDLUK), Ester, dan Perwakilan Penegakan Hukum (Gakkum), Surya, serta Perwakilan Humas KLHK.
Di Medan, para pengunjuk rasa mendatangi Konsulat Jenderal China. Mereka mendesak pemerintah agar tidak memberikan persetujuan izin lingkungan PT. DPM terkait ancaman bencana yang ekstrim di Kabupaten Dairi.
Perusahaan tersebut mayoritas sahamnya dimiliki China sebesar 51%.
Sekretariat Bersama Tolak Tambang (Sekber Toltam), Riada Panjaitan mengatakan bahwa Indonesia baru saja merayakan HUT ke-77, tetapi keterancaman ruang hidup masyarakat masih menjadi persoalan yang serius. “Negara perlu memperhatikan pemenuhan hak-hak masyarakat, untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat,” katanya.
Mereka menyampaikan harapan dan doanya kepada pemerintah terkhusus KLHK dan Perwakilan Negara Tiongkok dalam ritual tradisional Batak bernama Mangandung. Ini bermakna ratapan kepada Tuhan ketika mereka merasa kehidupan yang sengsara akan menimpanya di kemudian hari.
Pendemo ini memiliki tujuan yang sama.
Di Konjen China di Medan, para pengunjuk rasa memakai pakaian adat Batak serta membawa aneka hasil panen. Ada yang membawa buah nanas, daun sirih, jeruk purut, durian, dan hasil panen lainnya.
Di Jakarta, mereka awalnya ingin menyerahkan Petisi dari masyarakat Dairi berupa surat terbuka dari masyarakat dan laporan CAO (Compliance Advisor Ombudsman) agar dapat diterima secara langsung oleh perwakilan dari Kedubes RRT. Namun setelah satu jam menunggu, hanya security yang keluar, akhirnya mereka bergerak ke KLHK tanpa menyerahkan surat apa pun.
Dalam kesempatan tersebut Mangatur Sihombing perwakilan masyarakat dari Desa Sumbari menyampaikan terkait isi Laporan CAO, kejadian bocor limbah yang dialami warga pada masa eksplorasi PT. DPM di tahun 2012.
Dan, kejadian bandang pada Desember 2018 yang merenggut tujuh orang korban, dua korban tidak ditemukan jenazahnya sampai sekarang.
Marlince Sinambela menambahkan betapa dia trauma hingga saat ini jika mengingat musibah banjir bandang yang menyebabkan sawah dan ladang rusak.
Kehadiran Industri Ekstraktif di tengah ruang hidup masyarakat membuat masyarakat harus terus berjuang untuk mendapatkan kedaulatan di atas tanahnnya sendiri.
Pada tahun 2019 perwakilan warga masyarakat dari Desa Pandiangan, Desa Bongkaras, dan desa Sumbari membuat pengaduan ke salah satu lembaga Ombudsman Internasional yaitu CAO (Compliance Advisor Ombudsman) yang merupakan bagian dari Bank Dunia dan Badan Kepatuhan Independent yang mengawasi IFC (International Finance Corporation) dan MIGA (Multilateral Investmen Guarantee Agency) yang merupakan bagian dari Bank Dunia terkait pendanaan DPM yang didanai oleh IFC.
Hasil dari pengaduan tersebut semakin menguatkan kekhawatiran warga Dairi, dalam laporan CAO dapat diakses di laman https://bakumsu.or.id/advokasi-tambang/ menyebutkan bahwa tambang yang direncanakan oleh PT.DPM memiliki kombinasi risiko yang tinggi karena beberapa faktor, salah satunya adalah terkait pembangunan bendungan limbah yang diusulkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan standart internasional.
Laporan CAO tersebut dikuatkan oleh pendapat dua orang ahli yaitu Steve Emerman Ahli Hidrologi dan Richard Meehan Ahli Bendungan yang mengatakan bahwa rencana pertambangan yang diusulkan tidaklah tepat. Karena, lokasi tambang berada di hulu desa, berada di atas tanah yang tidak stabil, dan berada di lokasi gempa tertinggi di dunia. Sementara, data-data PT.DPM tidak lengkap. Terkhusus data tentang pengelolaan dan penyimpanan limbah.
Keberadaan fasilitas pertambangan yaitu pembangunan bendungan limbah seluas 24 Hektar yang berada di hulu desa menjadi seperti bom waktu bencana besar yang akan datang.
Masyarakat Dairi yang berangkat ke Jakarta merupakan perwakilan dari beberapa masyarakat Dairi yang prihatin dan kuatir akan kerusakan alam karena keberadaan tambang.